Dampak Negatif Industri Nikel di Halmahera Tengah: Warga Berjuang Lindungi Alam dari Ancaman Tambang


majalahsuaraforum.com, 10 Juni 2025 — Di tengah gencarnya pembangunan industri nikel sebagai bagian dari strategi hilirisasi nasional dan transisi energi, masyarakat Halmahera Tengah, Maluku Utara, menghadapi kenyataan pahit. Aktivitas pertambangan nikel yang masif di kawasan ini telah menimbulkan dampak lingkungan yang serius dan mengancam kehidupan masyarakat lokal, terutama di wilayah Sagea dan Weda Utara.

Protes warga terus meningkat seiring terjadinya pencemaran sungai dan deforestasi yang merusak ekosistem hutan serta sumber air bersih. Sungai Sagea, yang selama ini menjadi nadi kehidupan warga, mengalami perubahan drastis akibat aktivitas tambang di hulu. Air yang dulunya jernih kini keruh dan tidak layak konsumsi. Warga juga melaporkan peningkatan kasus banjir dan longsor yang sebelumnya jarang terjadi, akibat hilangnya tutupan hutan dan terganggunya daerah aliran sungai (DAS).

“Air sungai yang dulu kami gunakan untuk mandi dan minum sekarang tidak bisa dipakai lagi. Lahan pertanian kami juga semakin sempit,” ujar Yulita, warga Sagea yang terlibat dalam gerakan masyarakat adat untuk mempertahankan tanah leluhur mereka.

Konsesi tambang nikel yang luas di Halmahera Tengah telah menguasai lahan-lahan produktif milik masyarakat. Banyak warga kehilangan sumber penghidupan karena sawah dan kebun mereka berubah menjadi wilayah industri. Selain itu, gangguan terhadap sistem hidrologi lokal menyebabkan air tanah menyusut dan memicu kekeringan di beberapa wilayah.

Meski pemerintah daerah berupaya mengawasi dan meminimalkan dampak lingkungan, ruang gerak mereka terbatas oleh keputusan dan regulasi dari pemerintah pusat. Izin usaha pertambangan (IUP) sebagian besar diterbitkan langsung oleh Kementerian terkait, yang membuat pengawasan daerah menjadi tidak efektif.

“Pemerintah daerah tidak bisa berbuat banyak. Kami hanya bisa mengimbau dan memantau, tapi wewenang ada di pusat,” ujar seorang pejabat lingkungan daerah yang enggan disebutkan namanya.

Para aktivis lingkungan dan tokoh masyarakat menyerukan agar pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap industri nikel di Halmahera Tengah. Mereka menuntut pembatasan produksi tambang dan pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) secara menyeluruh sebelum memperluas konsesi.

“Pembangunan ekonomi penting, tapi tidak bisa mengorbankan keberlangsungan hidup masyarakat dan lingkungan. Kita butuh keseimbangan,” tegas Arafah, aktivis lingkungan dari Maluku Utara.

Artikel ini menjadi pengingat bahwa di balik kilau logam nikel sebagai bahan utama baterai kendaraan listrik, ada persoalan serius yang menyangkut keadilan ekologis dan sosial. Pemerintah pusat diharapkan lebih mendengarkan suara masyarakat terdampak dan memastikan bahwa pembangunan tidak berjalan dengan mengorbankan lingkungan dan masa depan generasi lokal.

 

Ditulis oleh: Nala. 

 

Berita Terkait

Top