Wakil Ketua Komisi V DPR Kritik Potongan Ojol: “Aplikator Seperti Calo, Tidak Pantas Ambil 10 Persen”

Majalahsuaraforum.com — Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Robert Rouw, melontarkan kritik tajam terhadap besarnya potongan yang diambil oleh perusahaan aplikasi ojek online (ojol) dari pendapatan para pengemudi. Menurutnya, aplikator tidak seharusnya mengambil potongan hingga 10 persen, mengingat peran mereka hanya sebagai penghubung antara pengguna jasa dan pengemudi.
“Sekarang kita bicara jujur saja. Operator itu kan seperti calo, yang hanya menghubungkan. Pantas kah kalau dia ambil sampai 10 persen? Harusnya 5 persen. Kalau kita bicara calo tanah, itu cuma 2,5 persen. Ini sudah bagus,” kata Robert dalam pernyataannya di kompleks DPR, Selasa (20/5/2025).
Robert menganggap tuntutan para pengemudi yang meminta batas potongan maksimal sebesar 10 persen sudah cukup besar dan wajar. Ia menegaskan bahwa jumlah tersebut sudah menjadi batas tertinggi yang bisa diterima oleh pengemudi, sehingga tidak semestinya aplikator menambahkan potongan atau beban biaya lain yang bisa merugikan mitra pengemudi.
“Teman-teman driver minta 10 persen saja, tidak lebih dari itu. Tidak kurang, tidak turun. Jadi itu sangat wajar. Jangan dibebani yang lain-lain lagi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Robert menyampaikan kekhawatirannya mengenai potensi penambahan biaya tersembunyi atau praktik yang tidak transparan dari aplikator. Ia menekankan pentingnya kebijakan dan regulasi yang jelas dari pemerintah agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh perusahaan aplikasi.
“Mungkin [sekarang] dibilang ya 10 persen. Tapi besok ada lagi yang diselundupkan masuk ke situ. Maka harus jelas ya, nanti kebijakan itu, aturan itu harus jelas. Supaya tidak bisa dimainkan oleh aplikator,” ujarnya.
Pertemuan Khusus dengan Driver Ojol
DPR, lanjut Robert, dijadwalkan akan menggelar pertemuan dengan para pengemudi ojek online pada Rabu (21/5/2025) untuk mendengarkan langsung aspirasi mereka terkait kondisi kerja, sistem bagi hasil, serta potongan tarif dari aplikator. Namun, dalam pertemuan ini, pihak pemerintah maupun perusahaan aplikasi belum dilibatkan.
“Jadwal kita besok dengan para driver ojol,” sebut Robert.
Pertemuan tersebut diperkirakan menjadi langkah awal Komisi V dalam menelusuri lebih dalam persoalan ekosistem kerja di industri transportasi daring yang selama ini dinilai timpang dan merugikan pihak pengemudi.
Desakan untuk Pemerintah dan Regulator
Selain itu, Robert juga mendesak pemerintah—terutama Kementerian Perhubungan—untuk lebih aktif dalam melakukan pengawasan terhadap aplikator. Ia menilai selama ini belum ada kebijakan tegas yang mampu melindungi para pengemudi sebagai mitra kerja yang rentan terhadap kebijakan sepihak.
“Kita tidak bisa terus membiarkan ketimpangan ini terjadi. Pengemudi harus dilindungi. Mereka bukan karyawan, tapi juga bukan konsumen. Mereka ini mitra, tapi harus mendapat perlindungan yang seimbang,” katanya.
Masalah potongan aplikator memang menjadi sorotan publik dalam beberapa waktu terakhir, menyusul banyaknya keluhan dari pengemudi soal pendapatan yang tidak sebanding dengan beban kerja. Beberapa pengemudi bahkan mengaku hanya mendapat Rp 5.000 per sekali antar makanan setelah dipotong oleh sistem aplikasi.
Isu ini juga telah menarik perhatian ekonom dan pengamat transportasi, yang menilai bahwa pembagian hasil yang tidak adil bisa berdampak negatif terhadap kesejahteraan pengemudi serta menurunkan kualitas layanan ke konsumen.
Dengan adanya perhatian dari DPR, diharapkan solusi konkret bisa segera dirumuskan, baik berupa regulasi tarif, batas potongan maksimal, hingga perlindungan kerja bagi mitra pengemudi ojek online.(Wi*)