Mendagri Ungkap Ada Kesepakatan Tahun 1992 Atur Kepemilikan Empat Pulau yang Diklaim Aceh


majalahsuaraforum.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan bahwa terdapat kesepakatan pada tahun 1992 yang mengatur status kepemilikan empat pulau yang saat ini menjadi sengketa antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Empat pulau tersebut adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil.

Menurut Tito, kesepakatan yang dibuat pada 1992 itu merupakan hasil penataan batas wilayah administratif antara Kabupaten Aceh Singkil (Provinsi Aceh) dan Kabupaten Tapanuli Tengah (Provinsi Sumatera Utara), yang saat itu telah disetujui bersama oleh pemerintah daerah masing-masing dan dicatat secara resmi.

“Data yang kami miliki menunjukkan bahwa pada tahun 1992 telah ada penegasan batas wilayah yang mencakup keberadaan empat pulau tersebut dalam wilayah administratif Sumatera Utara,” kata Tito dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (17/6).

Tito menjelaskan bahwa keputusan ini juga telah diperkuat melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.1.1.1-6117 Tahun 2023 yang menetapkan empat pulau tersebut masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Kendati demikian, pemerintah tetap membuka ruang dialog untuk menyelesaikan polemik secara adil dan damai.

“Kami memahami adanya keberatan dari pihak Aceh. Karena itu, Kemendagri siap memfasilitasi mediasi antara kedua provinsi untuk mencari jalan tengah dengan tetap merujuk pada dasar hukum dan data yang sah,” ujar Tito.

Sebelumnya, Pemerintah Aceh melalui berbagai pernyataan resmi menyatakan bahwa empat pulau tersebut secara historis dan kultural merupakan bagian dari wilayah Aceh Singkil. Sejumlah tokoh masyarakat dan pejabat daerah pun telah menyuarakan aspirasi agar status kepemilikan pulau-pulau itu ditinjau ulang.

Sengketa batas wilayah ini menjadi perhatian publik, terutama karena menyangkut identitas daerah serta potensi ekonomi dari wilayah perairan dan sumber daya alam di sekitarnya. Pemerintah pusat menekankan pentingnya menjaga persatuan antar daerah dengan tetap mengedepankan pendekatan hukum dan musyawarah mufakat.

Kemendagri menegaskan bahwa keputusan soal batas wilayah tidak bisa hanya didasarkan pada klaim sejarah semata, namun harus merujuk pada dokumen resmi, peraturan perundang-undangan, dan hasil kesepakatan yang pernah dibuat secara sah.

 

Pen. Red. 

Berita Terkait

Top