Banjir Bali Ungkap Lemahnya Mitigasi, DPR Desak Pemerintah Lakukan Langkah Nyata

majalahsuaraforum.com – Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanulhaq, menyampaikan keprihatinan mendalam atas bencana banjir bandang yang melanda Bali dan menelan korban jiwa. Ia menegaskan bahwa musibah tersebut tidak lagi bisa semata-mata dikaitkan dengan curah hujan ekstrem, melainkan menjadi cermin lemahnya sistem mitigasi dan perlindungan sosial di Indonesia.
“Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Kami sampaikan keprihatinan atas bencana alam yang terjadi di Bali dan dukacita mendalam atas jatuhnya korban dalam musibah tersebut,” kata Maman dalam keterangannya, Kamis (11/9/2025).
Menurutnya, banjir Bali adalah peringatan serius bahwa kesiapsiagaan menghadapi bencana masih jauh dari ideal. “Kita tidak bisa lagi hanya menyalahkan curah hujan ekstrem. Banjir Bali adalah alarm keras bahwa sistem mitigasi, kesiapsiagaan, serta perlindungan sosial kita masih lemah dan jauh dari kata ideal,” ujarnya.
Legislator yang juga bermitra dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) itu menegaskan, bencana di Bali tidak sepenuhnya disebabkan fenomena alam. Ia menilai ada kegagalan tata kelola risiko bencana yang berkontribusi pada besarnya dampak.
Maman menyoroti beberapa kelemahan yang tampak jelas, mulai dari minimnya sistem peringatan dini, terbatasnya kesiapan sarana evakuasi, hingga lemahnya koordinasi lintas sektor dalam penanganan bencana. Kondisi ini, katanya, membuat masyarakat menjadi pihak yang paling dirugikan.
“Bencana ini terjadi di pusat destinasi wisata dunia, tetapi masyarakatnya justru tidak terlindungi secara memadai. Situasi ini memperlihatkan lemahnya integrasi antara kebijakan pembangunan dengan pengurangan risiko bencana,” tegasnya.
Ia mendesak pemerintah melakukan pemetaan ulang terhadap kawasan rawan banjir dan bencana hidrometeorologi di Bali. Selain itu, sistem peringatan dini yang berbasis komunitas harus diperkuat agar masyarakat lebih siap menghadapi potensi bencana.
“Percepat distribusi bantuan sosial dan kompensasi bagi warga terdampak, terutama pedagang kecil dan keluarga miskin. Lalu sediakan layanan pemulihan psikososial bagi korban yang kehilangan keluarga maupun mata pencaharian,” ujarnya.
Lebih lanjut, Maman menegaskan pentingnya integrasi antara penanggulangan bencana dengan perlindungan sosial. “Dan integrasikan program penanggulangan bencana dengan perlindungan sosial agar masyarakat tidak semakin terbebani akibat bencana,” imbuhnya.
Ia juga mengingatkan pemerintah daerah untuk serius dalam aspek pencegahan dengan melibatkan masyarakat sejak tahap perencanaan. “Bali adalah wajah Indonesia di mata dunia. Jika bencana yang berulang terus dibiarkan tanpa mitigasi dan perlindungan yang kuat, maka bukan hanya rakyat yang menderita, tetapi juga wibawa bangsa dipertaruhkan,” ujarnya.
Berdasarkan laporan BPBD Bali, banjir bandang tersebut telah merenggut 14 nyawa. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menyampaikan bahwa hingga Kamis (11/9/2025) pukul 11.00 WIB, terdapat 120 titik banjir yang tersebar di tujuh kabupaten/kota di Bali.
Rinciannya, Denpasar tercatat memiliki 81 titik banjir, Gianyar 14 titik, Badung 12 titik, Tabanan delapan titik, Karangasem empat titik, Jembrana empat titik, serta Klungkung satu titik. “Data sementara per Kamis, 11 September 2025 pukul 11.00 WIB, total korban meninggal dunia yang sudah ditemukan berjumlah 14 jiwa,” kata Abdul Muhari.
BNPB telah menetapkan status darurat bencana banjir di Bali selama tujuh hari ke depan guna mempercepat langkah penanganan dan pemulihan bagi warga terdampak.
Pen. Dew.