Wamenkum HAM: RUU KUHAP Wajib Disahkan 2025 Demi Cegah Kesewenang-wenangan Aparat

majalahsuaraforum.com – Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkum HAM), Edward Omar Sharif Hiariej, menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) harus disahkan pada tahun 2025. Menurutnya, keberadaan KUHAP yang baru sangat penting untuk mencegah praktik sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum, sekaligus menyelaraskan hukum acara dengan berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada 2 Januari 2026.
“Mau tidak mau, suka tidak suka, bahkan senang atau tidak senang, RUU KUHAP harus disahkan pada tahun 2025 ini. RUU KUHAP memiliki implikasi signifikan terhadap KUHP,” ujar Eddy, sapaan akrab Wamenkum HAM, dalam keterangan pers, Jumat (30/5/2025).
Eddy menjelaskan bahwa beberapa pasal penting dalam KUHAP lama—khususnya yang berkaitan dengan penahanan—tidak akan berlaku setelah KUHP baru diimplementasikan. Tanpa penyesuaian melalui KUHAP baru, aparat penegak hukum kehilangan legitimasi hukum dalam menjalankan wewenang penahanan.
“Misalnya, pasal 21 ayat (4) KUHAP yang lama memungkinkan penahanan meski ancaman pidananya di bawah lima tahun. Tapi pasal-pasal itu akan gugur mulai 2 Januari 2026,” jelasnya.
Dari Crime Control ke Due Process Model
Eddy menyebut bahwa RUU KUHAP terbaru membawa perubahan mendasar dari pendekatan crime control model menuju due process model, yang lebih menekankan perlindungan hak asasi manusia.
“Bayangkan, seseorang bisa ditangkap, digeledah, disita, bahkan ditahan—padahal belum tentu bersalah. Karena itu, hukum acara pidana bukan semata memproses tersangka, melainkan untuk melindungi hak-haknya,” tegasnya.
RUU KUHAP juga sudah mengakomodasi paradigma hukum pidana modern dengan mengedepankan keadilan korektif, rehabilitatif, dan restoratif. Menurut Eddy, konsep keadilan restoratif dalam RUU ini bahkan dapat diterapkan di seluruh tingkatan proses hukum, mulai dari kepolisian hingga lembaga pemasyarakatan.
Libatkan Publik dan Pakar Hukum
Untuk memperkuat legitimasi dan substansi RUU KUHAP, Kemenkum HAM telah melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk akademisi, advokat, koalisi masyarakat sipil, dan instansi pemerintah terkait.
“Kami telah menjaring berbagai masukan, terutama dari para advokat. Karena kewenangan besar aparat harus diimbangi dengan perlindungan HAM,” kata Eddy.
Dengan kompleksitas dan urgensinya, Eddy berharap RUU KUHAP dapat segera difinalisasi dan disahkan oleh DPR, sehingga proses penegakan hukum di Indonesia dapat berjalan lebih adil, akuntabel, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.(octa)