Proses Verifikasi Amnesti Narapidana Capai 90 Persen, Koruptor Dipastikan Tak Masuk Daftar


majalahsuaraforum.com – Proses verifikasi terhadap daftar narapidana yang akan menerima amnesti kini telah mencapai lebih dari 90 persen. Hal ini diungkapkan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM, Widodo, dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Rabu (21/5).

Menurut Widodo, data sementara menunjukkan lebih dari 1.000 narapidana telah lolos tahap penyaringan ketat lintas kementerian dan lembaga. Proses tersebut melibatkan kerja sama intensif antara Ditjen AHU, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas), Kejaksaan Agung, Kepolisian, Sekretariat Negara, serta sejumlah akademisi.

“Verifikasi sudah lebih dari 90 persen. Kami harap hasil ini bisa segera dilaporkan kepada Menteri Hukum dan HAM, untuk kemudian disampaikan kepada Presiden. Setelah itu, Presiden bisa menyerahkan ke DPR, khususnya Komisi III,” kata Widodo.

Ia menekankan bahwa proses verifikasi dilakukan berdasarkan data valid dari Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, serta tidak bisa diintervensi. Dari total 44 ribu narapidana yang didata awal, jumlah penerima amnesti kini tersisa sekitar 1.000 orang yang dinilai layak secara kemanusiaan.

Widodo memastikan bahwa narapidana kasus tindak pidana korupsi (tipikor) tidak termasuk dalam daftar penerima amnesti. Ia menyatakan bahwa jika pun ada rencana pengurangan hukuman bagi pelaku korupsi, hal itu harus melalui mekanisme hukum lain, seperti grasi.

“Untuk kasus narkotika, pelanggaran UU ITE khususnya terkait penghinaan terhadap presiden atau pejabat negara, makar tanpa senjata, serta narapidana dengan kebutuhan khusus—itulah yang menjadi prioritas,” jelasnya.

Berikut empat kategori narapidana yang diprioritaskan menerima amnesti:

1. Pengguna narkotika

2. Pelanggar UU ITE, terutama terkait penghinaan terhadap pejabat negara

3. Pelaku makar tanpa senjata

4. Narapidana berkebutuhan khusus (lansia di atas 70 tahun, penyandang disabilitas mental, ODGJ, dan pasien paliatif)

 

Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah menerapkan prinsip keadilan restoratif, mengurangi overkapasitas lembaga pemasyarakatan, dan memberikan kesempatan kedua bagi narapidana yang dinilai layak kembali ke masyarakat.(hil)

Berita Terkait

Top