Lapas Bulukumba Dorong Warga Binaan Jadi Petani dan Peternak Modern, Tekan Residivisme lewat Keterampilan Nyata


majalahsuaradorum.com – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Bulukumba, Sulawesi Selatan, terus berinovasi dalam menciptakan lingkungan pembinaan yang lebih produktif dan berdampak jangka panjang. Di bawah kepemimpinan Akbar Amnur, Lapas ini mulai mengarahkan warga binaannya untuk menjadi petani dan peternak modern, guna membekali mereka dengan keterampilan nyata menjelang bebas.

Langkah ini bukan sekadar aktivitas pengisi waktu, melainkan program strategis pemberdayaan berbasis keterampilan dan kewirausahaan. Tujuan utamanya adalah mendorong kemandirian ekonomi para warga binaan setelah mereka keluar dari jeruji besi dan kembali ke tengah masyarakat.

“Kami ingin Lapas ini menjadi pusat pengembangan potensi warga binaan, khususnya di bidang pertanian, peternakan, dan ke depan termasuk perikanan,” ujar Akbar Amnur, Kepala Lapas Bulukumba, saat ditemui pada Selasa (13/5/2025).

Kolaborasi dengan TNI dan Petani Milenial
Sebagai bagian dari strategi pembinaan berkelanjutan, Akbar menyebutkan bahwa pihaknya akan menjalin kemitraan dengan berbagai lembaga eksternal, mulai dari TNI, komunitas petani lokal, hingga petani milenial. Kolaborasi ini diharapkan mampu membawa pendekatan dan teknologi pertanian terbaru ke dalam lapas.

Langkah ini juga diharapkan dapat mengubah wajah pembinaan dalam lapas yang selama ini hanya bersifat rutinitas. Program yang digagas Akbar mengusung semangat “modernisasi pembinaan”, agar warga binaan tidak hanya disiapkan secara mental, tetapi juga secara keterampilan yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja atau kewirausahaan saat ini.

Menekan Angka Residivisme Lewat Kemandirian
Akbar menegaskan bahwa upaya ini merupakan respons terhadap tingginya angka residivisme atau pengulangan tindak pidana di Bulukumba. Banyak mantan narapidana yang kembali dijerat kasus serupa, mulai dari narkotika hingga pencurian ternak. Menurut Akbar, hal ini kerap dipicu oleh ketiadaan keterampilan dan lapangan kerja saat mereka kembali ke masyarakat.

“Pembinaan berbasis keterampilan ini kami yakini bisa mendorong kemandirian warga binaan, sekaligus menekan angka residivisme,” tegasnya.

Dengan keterampilan pertanian, peternakan, atau perikanan yang terstruktur, para eks-napi akan memiliki bekal konkret untuk membuka usaha sendiri atau bekerja di sektor-sektor produktif, alih-alih kembali terjerumus ke dunia kriminal.

Tantangan: Keterbatasan SDM dan Restorative Justice
Saat ini, Lapas Bulukumba menampung sekitar 500 warga binaan, namun hanya memiliki sekitar 80 petugas. Perbandingan yang cukup timpang ini menjadi tantangan tersendiri dalam mengawasi dan membimbing setiap napi secara optimal. Karena itu, Akbar menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dan stakeholder lain untuk terlibat dalam upaya pembinaan yang lebih luas.

Selain itu, Akbar juga menyuarakan harapannya agar pendekatan restorative justice (keadilan restoratif) dapat lebih diterapkan dalam penanganan kasus-kasus ringan atau yang tidak berdampak besar terhadap kehidupan manusia.

“Kami berharap masyarakat dan aparat penegak hukum bisa mempertimbangkan restorative justice, terutama untuk kasus-kasus ringan. Dengan begitu, tidak semua kasus harus berujung di penjara,” pungkasnya.

Membangun Lapas yang Produktif dan Humanis
Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, Lapas Bulukumba berupaya menjadi model pembinaan modern yang produktif dan humanis, bukan hanya tempat menjalani hukuman. Transformasi ini diharapkan bisa membawa perubahan positif bagi para narapidana, serta menjadi contoh inspiratif bagi lembaga pemasyarakatan lain di seluruh Indonesia.(D*)

Berita Terkait

Top