Jampidsus Ungkap Tekanan dari Buzzer Saat Tangani Kasus Korupsi Besar


majalahsuaraforum.com – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI, Febrie Adriansyah, mengungkapkan bahwa pihaknya kerap menghadapi tekanan yang intens, salah satunya dari serangan para buzzer di media sosial, ketika menangani kasus-kasus korupsi skala besar.

Pernyataan ini disampaikan Febrie dalam forum diskusi bertajuk “Pemberantasan Korupsi dan Tantangan Keamanan Nasional” yang digelar di Jakarta pada Selasa (20/5). Ia menjelaskan bahwa pola serangan tersebut sudah berulang terjadi dan tampaknya menjadi bagian dari upaya sistematis untuk menggiring opini publik dan melemahkan penegakan hukum.

“Setiap kali kami menyidik kasus besar, pasti ada serangan dari buzzer. Ada narasi-narasi yang dimunculkan untuk membelokkan perhatian masyarakat dan menekan kami secara psikologis,” ujar Febrie.

Tekanan Sistematis Lewat Dunia Maya

Menurut Febrie, serangan buzzer bukan sekadar narasi spontan, melainkan serangan yang terorganisasi, menyasar personal jaksa hingga institusi Kejaksaan Agung. Ia menyebut para buzzer kerap menyebarkan disinformasi dan memelintir fakta di berbagai kanal media sosial seperti Twitter, Instagram, hingga TikTok.

“Kadang kita tidak bisa tidak menanggapi, karena menyangkut reputasi institusi. Tapi kami juga tidak ingin energi kami habis untuk hal itu,” imbuhnya.

Febrie menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk tidak mundur atau gentar dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi strategis, meski menghadapi berbagai bentuk tekanan, termasuk serangan di ranah digital.

Kejaksaan Tetap Fokus dan Konsisten

Dalam kesempatan tersebut, Febrie juga menyampaikan bahwa Kejaksaan terus berbenah dan memperkuat sistem internal agar tidak mudah dipengaruhi atau ditunggangi oleh kepentingan tertentu. Menurutnya, penanganan kasus besar seperti korupsi di BUMN, pertambangan, dan pengadaan barang/jasa pemerintah, selalu menjadi sasaran tekanan politik maupun opini publik.

Ia meminta dukungan dari masyarakat, media, dan pemangku kepentingan lain agar proses hukum tetap berjalan independen dan profesional.

“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Dukungan publik, media yang adil, serta netralitas institusi sangat penting untuk memastikan kami bisa menegakkan hukum dengan seadil-adilnya,” tegas Febrie.

Pakar Nilai Politisasi Buzzer Ancam Integritas Hukum

Menanggapi pernyataan tersebut, pengamat hukum dan komunikasi digital dari Universitas Indonesia, Dr. Andi Yudhoyono, menyebut fenomena ini sebagai bentuk baru dari tekanan terhadap lembaga hukum.

“Serangan dari buzzer terhadap penegak hukum adalah bentuk polarisasi yang bisa merusak integritas demokrasi dan sistem hukum. Jika dibiarkan, kepercayaan publik terhadap lembaga negara bisa terkikis,” kata Andi.

Ia menambahkan bahwa pemerintah seharusnya turut menertibkan aktivitas digital yang merusak tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel. “Ini bukan soal kebebasan berekspresi, tapi soal penegakan etika dan hukum dalam ruang digital,” tambahnya.

Ajak Masyarakat Lebih Kritis

Di akhir pernyataannya, Febrie mengajak masyarakat untuk lebih cermat dalam menyerap informasi yang berseliweran di media sosial. Ia mengingatkan agar publik tidak terjebak dalam narasi yang sengaja diciptakan untuk membelokkan arah penegakan hukum.

“Kami akan terus bekerja untuk keadilan. Tapi masyarakat harus menjadi mitra dalam mengawal kebenaran, bukan justru menjadi korban disinformasi,” tutupnya.(hil**)

Berita Terkait

Top