Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur Jadi Provinsi Paling Banyak Kasus Investasi Bodong


majalahsuaraforum.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat adanya tiga provinsi di Indonesia dengan laporan kasus investasi ilegal atau bodong terbanyak sejak 2017 hingga 2025. Provinsi Jakarta masuk dalam peringkat tiga besar dengan 1.107 kasus, atau sekitar 12% dari total aduan yang diterima.

“Walaupun Jakarta dengan akses informasi yang banyak, tinggal search by Google legal atau ilegal, tetapi ternyata masih mendominasi dalam peringkat top 3 pengaduan investasi yang ilegal,” ujar Kepala Divisi Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Jabodebek, Andes Novytasary, dalam Podcast Rabu Belajar bertema “Pengenalan Produk Investasi dan Waspada Investasi Ilegal” di Jakarta, Rabu (22/10/2025).

Posisi pertama ditempati Jawa Barat sebagai provinsi dengan pengaduan investasi ilegal terbanyak melalui Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti), dengan jumlah 1.850 kasus atau 21%. Disusul Jawa Timur dengan 1.115 laporan kasus, setara 13%.

Laporan Antara menyebutkan bahwa total kerugian masyarakat akibat praktik investasi ilegal selama delapan tahun terakhir mencapai Rp 142,131 triliun.

Andes menambahkan, sejak 2017 hingga Juni 2025, Satgas Pasti telah menghentikan operasi 13.228 entitas ilegal. Dari jumlah tersebut, 1.811 adalah entitas investasi bodong, sementara sisanya terdiri dari pinjaman daring ilegal sebanyak 11.166 kasus dan gadai ilegal sebanyak 251 kasus.

Menurut Andes, maraknya kasus investasi bodong juga disebabkan oleh rendahnya literasi masyarakat terhadap produk dan layanan jasa keuangan. Berdasarkan survei, tingkat literasi masyarakat berada di angka 66%, sedangkan tingkat penggunaan produk dan layanan keuangan mencapai 80%.

“Ini menunjukkan masyarakat Indonesia cenderung lebih dulu menggunakan produk dan layanan keuangan, tapi tidak memahami manfaat dan risikonya masing-masing dari produk tersebut apa saja,” jelas Andes.

Selain itu, gaya hidup masyarakat menjadi faktor lain yang mendorong fenomena ini. Banyak individu mengikuti tren investasi tertentu karena takut dianggap ketinggalan zaman atau tidak eksis dalam lingkaran sosial jika tidak ikut dalam tren tersebut.

Octa.

Berita Terkait

Top