Indonesia Diminta Jadikan Rempah sebagai Kekuatan Ekonomi Global

majalahsuaraforum.com – Indonesia memiliki sejarah panjang sebagai pusat perdagangan rempah dunia. Kini, para pemerhati budaya menilai saatnya pemerintah mengembalikan kejayaan rempah agar tidak berhenti hanya sebagai kisah sejarah. Hal tersebut disampaikan oleh Bram Kushardjanto, Pembina Yayasan Negeri Rempah, dalam forum internasional bertajuk International Forum on Spice Route (IFSR) di Jakarta Utara, Sabtu (27/9/2025).
Menurut Bram, jalur rempah yang sudah sejak lama menjadi kebanggaan bangsa harus ditempatkan pada posisi strategis, baik secara politik maupun ekonomi.
“Dahulu fokusnya ke pengetahuan budaya, arkeologi, antropologi, dan sejarah perdagangan rempah. Namun sejak diminta pemerintah membantu proses penominasian UNESCO, kami masuk ke wilayah diplomasi. Kini, tantangannya bukan hanya soal warisan budaya, tetapi juga bagaimana rempah bisa berkontribusi pada ekonomi,” ujar Bram.
Jalur Rempah Menuju UNESCO Sejak 2017, jalur rempah telah diangkat sebagai narasi warisan dunia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Proses diplomasi pun dilakukan bersama lebih dari 15 negara, termasuk India, Filipina, dan Madagaskar.
Bram mengungkapkan bahwa jalur rempah kini telah terdaftar dalam tentative list UNESCO. Tahun depan, usulan tersebut akan dibawa ke sidang di Busan, Korea Selatan, untuk naik ke tahap nomination list. Meski demikian, ia menegaskan bahwa penetapan resmi sebagai warisan dunia dapat memakan waktu hingga 15 tahun.
Nilai Strategis Rempah Bagi Indonesia Bram mengingatkan, pengakuan UNESCO tidak boleh menjadi tujuan akhir. Ia menekankan pentingnya memanfaatkan momentum tersebut agar rempah kembali menjadi komoditas unggulan dengan nilai ekonomi tinggi.
“Kalau ini masuk UNESCO, pertanyaannya apa dampaknya bagi kita? Jangan sampai yang menikmati justru negara lain. Karena itu, jalur rempah harus dikaitkan dengan UMKM, pariwisata, gastronomi, wellness, hingga industri kosmetik dan obat tradisional. Nilainya bisa triliunan dolar, jauh di atas sekadar bahan mentah,” tegasnya.
Tantangan di Tingkat Petani Namun, tantangan besar masih menghadang. Banyak petani rempah beralih menanam komoditas lain seperti kelapa sawit yang dianggap lebih menguntungkan. Kondisi ini dikhawatirkan dapat mengurangi keberlanjutan jalur rempah Indonesia.
“PR kita besar. Tetapi kalau ada keberpihakan dan tata kelola yang jelas, rempah bisa kembali seksi, bukan hanya di narasi sejarah, tetapi juga di pasar global,” pungkas Bram.
Lan.